Dengan IPTEK, Membuat Dunia Tanpa Dinding, Mari Berkreasi Didunia Maya Untuk Kemajuan Pendidikan
Rabu, 22 Desember 2010
Masi Wajarkah Mengemis Diranah Minang
"Kalauak paku kacang balimbiang, pucuaknyoo lenggang - lenggangkan, dibao nak rang saruaso. Anak dipangku, kamanakan dibimbiang, urang kampuang dipatenggangkan dijago nagari jan binaso" Baitu pepatah bijak nan siang dipatungkek malam dipakalang dek urang minang sajak daulunyoo. Tantu dalam lubuak hati kito batanyoo jikok anak dipangku jo pancarian, kamanakan dibimbiang jo pusako, di patenggangan urang kampuang jo alemu.. mako masih wajarkah banyaak kito tamui anak-anak mudo minang kabau manadahkan tangan dilampu2 merah ditangah2 kota padang, atau manadah an katidiang untuak mambangun surau atau mansajik sapanjang jalaan.. antah laah.. kacek ustad2 tangan diateh labiah mulia dari tangan dibawah, dimanakah dinas sosial kito..padahal rang minang saisuak,.. tapantang bana nan bak nantun. atau memang sawah taruko lah tagadai dek lamak lagu tukang gandang gadang batuka jo nan ketek ? atau tapian tampek mandi nan lah baraliah dianjak urang lau ?,atau mungkin cupak lah papek rang manggaleh karano dek harook dikilek barang datang intan disangko kilek kacoo ??
Jasa Ibu ( Jaso Mande) Sapanjang Aie Ilie
Perjuangan seorang ibu mulai semenjak benih tertanam dirahim beliau, semenjak itu pulalah cinta mulai beliau semaikan
Seberapa jauh pun jalan yang harus ditempuh, Seberat apa pun langkah yang mesti diayun, Seberapa lama pun waktu yang harus dijalani, Tak kenal menyerah demi mendapatkan satu kepastian bahwa kelak akan ada penyambung generasi yang berasal dari rahimnya yang akan menjadi " Sibiran Tulang buah hati tenunan Cinta". Semenjak itulah Meski berat, tak ada yang membuatnya mampu bertahan hidup kecuali benih dalam kandungannya. Menangis, tertawa, sedih dan bahagia tak berbeda baginya, karena ia lebih mementingkan apa yang dirasa si kecil di perutnya. Seringkali ia bertanya : menangiskah ia? Tertawakah ia? Sedihkah atau bahagiakah ia di dalam sana? enatah lah.. yang jelas buah harapan itu dibawa siang dan malam.
Sampai pada waktunya tiba, tak ada yang mampu menandingi cinta yang pernah diberikannya, ketika itu mati pun akan dipertaruhkannya asalkan generasi penerusnya itu bisa terlahir ke dunia. Rasa sakit pun sirna, ketika mendengar tangisan pertama si buah hati, tak peduli darah dan keringat yang terus bercucuran. Detik itu, sebuah episode cinta, baru saja berputar.
Tak ada yang lebih membanggakan untuk diperbincangkan selain anak. Tak satu pun tema yang paling menarik untuk didiskusikan bersama rekan kawan - kawannya, teman sejawat, kerabat maupun keluarga, kecuali anak. Si kecil baru saja berucap "Amak / Mama/Ibu?" saat itulah ia berperan sebagai guru, teman, kekasih yang dengan sabar mengaja , dan mendidik.
Hari pertama sekolah adalah saat pertama kali matanya menyaksikan langkah awal kesuksesannya. Meskipun disaat yang sama, pikirannya terus menerawang dan bibirnya tak lepas berdoa, berharap sang suami tak terhenti rezekinya. Agar langkah kaki kecil itu pun tak terhenti di tengah jalan. "Demi anak", "Untuk anak", menjadi alasan utama ketika ia berada di pasar berbelanja keperluan si kecil. Saat ia berada di pesta seorang kerabat atau keluarga dan membungkus beberapa potong makanan dalam tissue.
Ia selalu mengingat anaknya dalam setiap suapan nasinya, setiap gigitan kuenya, setiap kali hendak berbelanja baju untuknya. Tak jarang, ia urung membeli baju untuk dirinya sendiri dan berganti mengambil baju untuk anak. Padahal, baru kemarin sore ia membeli baju si kecil. Meski pun, terkadang ia harus berhutang. Lagi-lagi atas satu alasan, demi anak. Di saat pusing pikirannya mengatur keuangan yang serba terbatas, periksalah catatannya. Di kertas kecil itu tertulis: 1. Beli susu anak; 2. Uang sekolah anak. Nomor urut selanjutnya baru kebutuhan yang lain. Tapi jelas di situ, kebutuhan anak senantiasa menjadi prioritasnya. Bahkan, tak ada beras di rumah pun tak mengapa, asalkan susu si kecil tetap terbeli.
Takkan dibiarkan si kecil menangis, apa pun akan dilakukan agar senyum dan tawa riangnya tetap terdengar. Ia menjadi guru yang tak pernah digaji, menjadi pembantu yang tak pernah dibayar, menjadi pelayan yang sering terlupa dihargai, dan menjadi babby sitter yang paling setia. Sesekali ia menjelma menjadi puteri salju yang bernyanyi merdu menunggu suntingan sang pangeran. Keesokannya ia rela menjadi kuda yang meringkik, berlari mengejar dan menghalau musuh agar tak mengganggu. Atau ketika ia dengan lihainya menjadi seekor kelinci yang melompat-lompat mengelilingi kebun, mencari wortel untuk makan sehari-hari. Hanya tawa dan jerit lucu yang ingin didengarnya dari kisah-kisah yang tak pernah absen didongengkannya.
Kantuk dan lelah tak lagi dihiraukan, walau harus menyamarkan suara menguapnya dengan auman harimau. Atau berpura-pura si nenek sihir terjatuh dan mati sekadar untuk bisa memejamkan mata barang sedetik. Namun, si kecil belum juga terpejam dan memintanya menceritakan dongeng ke sekian. Dalam kantuknya, ia pun terus mendongeng. Tak ada yang dilakukannya di setiap pagi sebelum menyiapkan sarapan anak-anak yang akan berangkat ke sekolah.
Hari ketika si anak yang telah dewasa itu mampu mengambil keputusan terpenting dalam hidupnya, untuk menentukan jalan hidup bersama pasangannya, siapa yang paling menangis? Siapa yang lebih dulu menitikkan air mata? Lihatlah sudut matanya, telah menjadi samudera air mata dalam sekejap. Langkah beratnya ikhlas mengantar buah hatinya ke kursi pelaminan. Ia menangis melihat anaknya tersenyum bahagia dibalut gaun pengantin. Di saat itu, ia pun sadar, buah hati yang bertahun-tahun menjadi kubangan curahan cintanya itu tak lagi hanya miliknya. Ada satu hati lagi yang tertambat, yang dalam harapnya ia berlirih, "Masihkah kau anakku? "Disaat itulah...kadang-kadang tanpa disadari sang anak masih rela si ibu dibawa kekelauganya untuk dijadikan pembantu dalam tanda petik. Atau kadang justru mengantarkannya untuk menyepi di panti asuhan.
Saat senja tiba. Ketika keriput di tangan dan wajah mulai berbicara tentang usianya. Ia pun sadar, bahwa sebentar lagi masanya kan berakhir. Hanya satu pinta yang sering terucap dari bibirnya, "Bila ibu meninggal, ibu ingin anak-anak ibu yang memandikan. Ibu ingin dimandikan sambil dipangku kalian". Tak hanya itu, imam shalat jenazah pun ia meminta dari salah satu anaknya. "Agar tak percuma ibu mendidik kalian menjadi anak yang shalih & shalihat sejak kecil," ujarnya. Duh ibu, semoga saya bisa menjawab pintamu itu kelak. Bagaimana mungkin saya tak ingin memenuhi pinta itu? Sejak saya kecil ibu telah mengajarkan arti cinta sebenarnya.
Allahu Akbar maha besar engkau Yaa Allah yang telah meletakkan Surga Dibawah Telapak Kaki Ibu, Karena Oleh Kami Anak - anak beliau sekalipun Gunung Emas yang akan dikasih takkan mampu menggatikan buah cinta dan perjuangan seorang ibu.
Ibulah adalah sekolah dan madrasah mungkin juga kerguruan tinggi tentang cinta , Ibulah sekolah yang hanya punya satu mata pelajaran, yaitu "CINTA". Sekolah yang hanya punya satu guru yaitu "PECINTA". Sekolah yang semua murid-muridnya diberi satu nama: "ANAKKU TERCINTA" (NAK KANDUANG SIBIRAN TULANG)
Selamat Hari Ibu, Mari Kita Coba Nyanyikan Lagu Minang dibawah ini
<span>Jaso Mande</span>
Sambilan bulan
Sapuluah hari
Manangguang ragam
Saba mananti
Manyabuang nyawo
Basarah diri
Darah tatumpah
Manyiram bumi
Joloang tadanga
Rengek jo tangih
Barubek jariah
Sananglah hati
Anggak kok ameh babungka-bungka
Anggak ka perak indak tabilang
Kok hati mande nan dilukoi
Bumi manyumpah aras baguncang
Alamiak hiduik indak kan salasai
Bacando kayu digiriak kumbang
Jaso mande indak tabaleh
Bia babungka perak jo ameh
Jaso mande indak ka tabaleh
Bia babungka perak jo ameh

Seberapa jauh pun jalan yang harus ditempuh, Seberat apa pun langkah yang mesti diayun, Seberapa lama pun waktu yang harus dijalani, Tak kenal menyerah demi mendapatkan satu kepastian bahwa kelak akan ada penyambung generasi yang berasal dari rahimnya yang akan menjadi " Sibiran Tulang buah hati tenunan Cinta". Semenjak itulah Meski berat, tak ada yang membuatnya mampu bertahan hidup kecuali benih dalam kandungannya. Menangis, tertawa, sedih dan bahagia tak berbeda baginya, karena ia lebih mementingkan apa yang dirasa si kecil di perutnya. Seringkali ia bertanya : menangiskah ia? Tertawakah ia? Sedihkah atau bahagiakah ia di dalam sana? enatah lah.. yang jelas buah harapan itu dibawa siang dan malam.
Sampai pada waktunya tiba, tak ada yang mampu menandingi cinta yang pernah diberikannya, ketika itu mati pun akan dipertaruhkannya asalkan generasi penerusnya itu bisa terlahir ke dunia. Rasa sakit pun sirna, ketika mendengar tangisan pertama si buah hati, tak peduli darah dan keringat yang terus bercucuran. Detik itu, sebuah episode cinta, baru saja berputar.
Tak ada yang lebih membanggakan untuk diperbincangkan selain anak. Tak satu pun tema yang paling menarik untuk didiskusikan bersama rekan kawan - kawannya, teman sejawat, kerabat maupun keluarga, kecuali anak. Si kecil baru saja berucap "Amak / Mama/Ibu?" saat itulah ia berperan sebagai guru, teman, kekasih yang dengan sabar mengaja , dan mendidik.
Hari pertama sekolah adalah saat pertama kali matanya menyaksikan langkah awal kesuksesannya. Meskipun disaat yang sama, pikirannya terus menerawang dan bibirnya tak lepas berdoa, berharap sang suami tak terhenti rezekinya. Agar langkah kaki kecil itu pun tak terhenti di tengah jalan. "Demi anak", "Untuk anak", menjadi alasan utama ketika ia berada di pasar berbelanja keperluan si kecil. Saat ia berada di pesta seorang kerabat atau keluarga dan membungkus beberapa potong makanan dalam tissue.
Ia selalu mengingat anaknya dalam setiap suapan nasinya, setiap gigitan kuenya, setiap kali hendak berbelanja baju untuknya. Tak jarang, ia urung membeli baju untuk dirinya sendiri dan berganti mengambil baju untuk anak. Padahal, baru kemarin sore ia membeli baju si kecil. Meski pun, terkadang ia harus berhutang. Lagi-lagi atas satu alasan, demi anak. Di saat pusing pikirannya mengatur keuangan yang serba terbatas, periksalah catatannya. Di kertas kecil itu tertulis: 1. Beli susu anak; 2. Uang sekolah anak. Nomor urut selanjutnya baru kebutuhan yang lain. Tapi jelas di situ, kebutuhan anak senantiasa menjadi prioritasnya. Bahkan, tak ada beras di rumah pun tak mengapa, asalkan susu si kecil tetap terbeli.
Takkan dibiarkan si kecil menangis, apa pun akan dilakukan agar senyum dan tawa riangnya tetap terdengar. Ia menjadi guru yang tak pernah digaji, menjadi pembantu yang tak pernah dibayar, menjadi pelayan yang sering terlupa dihargai, dan menjadi babby sitter yang paling setia. Sesekali ia menjelma menjadi puteri salju yang bernyanyi merdu menunggu suntingan sang pangeran. Keesokannya ia rela menjadi kuda yang meringkik, berlari mengejar dan menghalau musuh agar tak mengganggu. Atau ketika ia dengan lihainya menjadi seekor kelinci yang melompat-lompat mengelilingi kebun, mencari wortel untuk makan sehari-hari. Hanya tawa dan jerit lucu yang ingin didengarnya dari kisah-kisah yang tak pernah absen didongengkannya.
Kantuk dan lelah tak lagi dihiraukan, walau harus menyamarkan suara menguapnya dengan auman harimau. Atau berpura-pura si nenek sihir terjatuh dan mati sekadar untuk bisa memejamkan mata barang sedetik. Namun, si kecil belum juga terpejam dan memintanya menceritakan dongeng ke sekian. Dalam kantuknya, ia pun terus mendongeng. Tak ada yang dilakukannya di setiap pagi sebelum menyiapkan sarapan anak-anak yang akan berangkat ke sekolah.
Hari ketika si anak yang telah dewasa itu mampu mengambil keputusan terpenting dalam hidupnya, untuk menentukan jalan hidup bersama pasangannya, siapa yang paling menangis? Siapa yang lebih dulu menitikkan air mata? Lihatlah sudut matanya, telah menjadi samudera air mata dalam sekejap. Langkah beratnya ikhlas mengantar buah hatinya ke kursi pelaminan. Ia menangis melihat anaknya tersenyum bahagia dibalut gaun pengantin. Di saat itu, ia pun sadar, buah hati yang bertahun-tahun menjadi kubangan curahan cintanya itu tak lagi hanya miliknya. Ada satu hati lagi yang tertambat, yang dalam harapnya ia berlirih, "Masihkah kau anakku? "Disaat itulah...kadang-kadang tanpa disadari sang anak masih rela si ibu dibawa kekelauganya untuk dijadikan pembantu dalam tanda petik. Atau kadang justru mengantarkannya untuk menyepi di panti asuhan.
Saat senja tiba. Ketika keriput di tangan dan wajah mulai berbicara tentang usianya. Ia pun sadar, bahwa sebentar lagi masanya kan berakhir. Hanya satu pinta yang sering terucap dari bibirnya, "Bila ibu meninggal, ibu ingin anak-anak ibu yang memandikan. Ibu ingin dimandikan sambil dipangku kalian". Tak hanya itu, imam shalat jenazah pun ia meminta dari salah satu anaknya. "Agar tak percuma ibu mendidik kalian menjadi anak yang shalih & shalihat sejak kecil," ujarnya. Duh ibu, semoga saya bisa menjawab pintamu itu kelak. Bagaimana mungkin saya tak ingin memenuhi pinta itu? Sejak saya kecil ibu telah mengajarkan arti cinta sebenarnya.
Allahu Akbar maha besar engkau Yaa Allah yang telah meletakkan Surga Dibawah Telapak Kaki Ibu, Karena Oleh Kami Anak - anak beliau sekalipun Gunung Emas yang akan dikasih takkan mampu menggatikan buah cinta dan perjuangan seorang ibu.
Ibulah adalah sekolah dan madrasah mungkin juga kerguruan tinggi tentang cinta , Ibulah sekolah yang hanya punya satu mata pelajaran, yaitu "CINTA". Sekolah yang hanya punya satu guru yaitu "PECINTA". Sekolah yang semua murid-muridnya diberi satu nama: "ANAKKU TERCINTA" (NAK KANDUANG SIBIRAN TULANG)
Selamat Hari Ibu, Mari Kita Coba Nyanyikan Lagu Minang dibawah ini
<span>Jaso Mande</span>
Sambilan bulan
Sapuluah hari
Manangguang ragam
Saba mananti
Manyabuang nyawo
Basarah diri
Darah tatumpah
Manyiram bumi
Joloang tadanga
Rengek jo tangih
Barubek jariah
Sananglah hati
Anggak kok ameh babungka-bungka
Anggak ka perak indak tabilang
Kok hati mande nan dilukoi
Bumi manyumpah aras baguncang
Alamiak hiduik indak kan salasai
Bacando kayu digiriak kumbang
Jaso mande indak tabaleh
Bia babungka perak jo ameh
Jaso mande indak ka tabaleh
Bia babungka perak jo ameh
Langganan:
Komentar (Atom)